Kritik Ramai atas Pencabutan ID Wartawan di Istana CNN Indonesia

Daftar isi:
Sejumlah organisasi pers di Indonesia menggugat tindakan Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden yang mencabut kartu identitas Pers Istana dari jurnalis Diana Valencia. Tindakan ini mendapat sorotan tajam karena dianggap menghambat praktik jurnalistik dan melanggar hak kebebasan informasi yang dijamin oleh undang-undang.
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengungkapkan keprihatinan mendalam mengenai keputusan ini, yang dipandang sebagai bentuk intimidasi terhadap jurnalis. Pertanyaan yang diajukan Diana terkait Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya dianggap sebagai bagian dari tugas jurnalistik yang penting bagi masyarakat.
Pernyataan dari IJTI menegaskan bahwa jawaban Presiden Prabowo Subianto terkait program tersebut merupakan informasi vital yang seharusnya bisa diakses oleh publik luas. Dengan mencabut ID pers, BPMI justru terlihat menghalangi alur informasi yang penting untuk masyarakat.
Menjunjung Tinggi Kebebasan Pers dan Demokrasi di Indonesia
Dalam pernyataan resmi, IJTI menjelaskan pentingnya menjaga kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Tindakan pencabutan kartu identitas liputan dapat dilihat sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik, yang pada akhirnya dapat merugikan akses masyarakat terhadap informasi yang krusial.
Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menekankan bahwa tindakan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi iklim pers di Indonesia. Menjaga independensi pers adalah langkah penting dalam mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun.
Pasal 18 UU Pers menegaskan bahwa tindakan yang menghambat kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana. Ini menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran yang dilakukan oleh BPMI, dan pentingnya adanya penegakan hukum yang konsisten untuk melindungi wartawan dari intimidasi.
Respons dari Organisasi Pers Lainnya mengenai Insiden Ini
Kritik terhadap BPMI juga datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Mereka menyatakan bahwa pencabutan ID tersebut seharusnya tidak terjadi, terutama setelah pertanyaan yang diajukan wartawan tidak melanggar etika jurnalistik. Tindakan ini dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi dan menyebabkan ketidakadilan di kalangan jurnalis.
Ketua Umum PWI, Akhmad Munir, menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah hak asasi setiap individu. Kritikan keras dinyatakannya kepada BPMI agar menyadari pentingnya dialog dengan media dan tidak melakukan tindakan yang membatasi kebebasan informasi.
Munir menambahkan bahwa tindakan pencabutan ID pers ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi jurnalis lainnya di masa mendatang. Oleh sebab itu, diperlukan segera klarifikasi dari pihak BPMI serta nurani untuk mendengar suara pers.
Kesempatan Mediator untuk Negosiasi antara Jurnalis dan Pemerintah
Pihak Forum Pemred juga mengungkapkan penyesalan atas insiden ini sambil menyerukan kepentingan untuk menjaga hubungan baik antara media dan pemerintah. Mereka mendorong BPMI agar menjelaskan alasan di balik pencabutan ID pers dan membuka dialog yang konstruktif.
Dalam pernyataan mereka, Ketua Forum Pemred, Retno Pinasti, menegaskan bahwa negara harus memastikan tidak ada penghalangan terhadap kerja jurnalistik. Media memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan masyarakat.
Melalui upaya yang terkoordinasi antara media dan pemerintah, diharapkan ke depan tidak akan terjadi lagi insiden serupa yang dapat merusak hubungan dan kepercayaan antara kedua pihak.
Panggilan untuk Perlindungan Jurnalis di Indonesia
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers juga mengeluarkan pernyataan tegas menolak tindakan BPMI. Mereka meminta agar BPMI memohon maaf serta mengembalikan ID Pers yang dicabut dari Diana Valencia agar tidak menciptakan budaya ketakutan di kalangan jurnalis.
Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, menyerukan untuk menghindari penghamabatan kerja jurnalistik, yang berpotensi merusak iklim kebebasan pers. Dalam konteks ini, membela kebebasan pers bukan sekadar kewajiban, tetapi merupakan bagian dari tanggung jawab terhadap demokrasi.
Direktur LBH Pers, Mustafa Layong, memperingatkan bahwa penghalangan terhadap kerja jurnalis melanggar hukum dan mengancam demokrasi. Dengan semangat tersebut, diharapkan semua pihak memahami pentingnya melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now