Pangkas Biaya Haji dan Umrah, Pemerintah Siap Kendalikan Konsumsi Jemaah
Daftar isi:
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan rencana signifikan untuk mengurangi biaya perjalanan haji dan umrah. Langkah ini diharapkan dapat memperkecil beban jemaah melalui penguasaan sektor pangan lokal, yang merupakan kebutuhan mendasar bagi para pelaku ibadah tersebut.
Menurut Zulkifli, upaya ini akan memberikan keuntungan ganda, baik dari sisi ekonomi bagi pemerintah maupun bagi jemaah itu sendiri. Dengan mengurangi ketergantungan pada pasok luar negeri, diharapkan bisa memengaruhi total biaya yang harus ditanggung oleh setiap jemaah haji dan umrah.
Dari data yang ada, potensi penghematan biaya konsumsi sejumlah jemaah dapat mencapai USD 0,2 per orang jika pemerintah mengambil alih bisnis pangan tersebut. Ini tentunya menjadi langkah strategis dalam memperkuat posisi Indonesia sebagai negara penyelenggara ibadah haji yang lebih mandiri.
Zulkifli mengestimasi adanya potensi nilai sekitar Rp 60 triliun dari sektor makanan untuk jemaah haji dan umrah. Namun, selama ini, sebagian besar pendapatan dari sektor ini mengalir ke negara penyelenggara, yaitu Arab Saudi, yang menjadi tantangan yang dihadapi Indonesia.
“Uang sebesar Rp 60 triliun ini seharusnya dapat berputar lebih banyak di dalam negeri saat jemaah haji dan umrah. Sadari bahwa, saat ini, hampir seluruhnya menuju Arab Saudi,” tambahnya. Hal ini menegaskan betapa pentingnya peran pemerintah dalam mengelola konsumsi pangan jemaah.
Meski demikian, perhitungan lebih mendalam mengenai potensi penghematan dari sektor pangan masih perlu dilakukan. “Kami belum memperoleh angka pasti berapa total pengurangan biaya haji dan umrah yang dapat dicapai,” jelas Zulkifli.
Langkah Pemerintah dalam Penguasaan Sektor Pangan Haji dan Umrah
Untuk mewujudkan penguasaan ini, pemerintah akan melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk bekerjasama dengan otoritas Arab Saudi. Ini adalah langkah awal yang krusial dalam menciptakan jalur yang lebih lancar untuk aliran makanan yang berkualitas bagi jemaah.
“Kami memutuskan agar BPOM segera berkomunikasi dengan pihak Saudi untuk mengurangi hambatan dalam perdagangan makanan. Apakah itu berupa makanan siap saji atau bahan mentah, akan ada regulasi yang perlu disepakati,” terangnya.
Rencana ini bertujuan untuk memastikan bahwa standar kualitas makanan yang disuplai memenuhi harapan dan kebutuhan jemaah. Dalam hal ini, pemerintah berupaya untuk mengidentifikasi jenis makanan yang diperbolehkan dan juga yang tidak diizinkan untuk dikirim ke Arab Saudi.
Selain memperbaiki aliran makanan, pemerintah Indonesia juga berencana untuk melanjutkan negosiasi dengan Arab Saudi terkait perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif. Ini menjadi aspek penting untuk memastikan tercapainya tujuan yang lebih besar dalam kerjasama antara kedua negara.
Usai penyelesaian perjanjian dengan Uni Emirat Arab, langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam arena global terutama dalam sektor pangan. Dalam konteks ini, Indonesia berharap adanya keuntungan yang lebih besar bagi jemaah dan negara.
Potensi Ekonomi dan Manfaat bagi Jemaah
Dengan penguasaan bisnis pangan, potensi ekonomi yang terbuka sangatlah besar. Hal ini berpeluang meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional, khususnya dalam menyediakan bahan makanan berkualitas untuk jemaah haji dan umrah.
Disamping itu, para jemaah pun sangat diuntungkan dengan adanya pilihan makanan yang lebih bervariasi dan tentunya terjangkau. Dengan ini, pengalaman ibadah yang dijalankan tidak hanya lebih nyaman namun juga lebih berkesan.
Inisiatif ini juga menjadi momentum bagi pelaku industri pangan di Indonesia untuk berkontribusi lebih dalam menunjang kebutuhan jemaah. Produk lokal akan berkesempatan untuk dipromosikan dan dikenal secara luas, khususnya di pasar internasional.
Tak hanya itu, jika langkah ini berhasil, pemerintah dapat lebih banyak mengalokasikan anggaran untuk sektor lain yang mendukung keberhasilan ibadah haji. Penghematan ini dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan lainnya yang berhubungan dengan jemaah.
Seiring dengan pelayanan yang lebih baik, diharapkan ada peningkatan jumlah jemaah yang berkunjung ke Tanah Suci. Ini berdampak positif tidak hanya bagi perekonomian tetapi juga bagi hubungan antarnegara dalam kerjasama di berbagai sektor.
Tantangan dan Kendala yang Dihadapi dalam Implementasi
Meskipun langkah yang diambil pemerintah sangat strategis, risiko dan tantangan tetap ada. Salah satu tantangan besar adalah mengatasi regulasi yang ketat dari Arab Saudi mengenai produk pangan yang dapat masuk.
Keberhasilan dalam negosiasi ini sangat tergantung pada kemampuan diplomasi dan komunikasi antara kedua negara. Adanya perbedaan regulasi dan standar kualitas menjadi hal yang perlu dicermati dengan baik agar tidak terjadi kendala di lapangan.
Selain itu, tantangan lainnya adalah memperkuat kapasitas produksi dalam negeri agar dapat memenuhi permintaan yang meningkat dari jemaah. Hal ini memerlukan dukungan serta kerjasama dari semua stakeholder di sektor pangan.
Pemerintah juga perlu memastikan adanya pelatihan dan pengembangan bagi para pelaku industri pangan. Ini penting untuk meningkatkan kualitas dan standar produk yang akan dijual, sehingga sesuai dengan harapan jemaah saat menjalankan ibadah.
Dengan menyelesaikan tantangan-tantangan ini, harapan untuk mengurangi biaya haji dan umrah serta memperkuat posisi Indonesia di sektor pangan internasional pun menjadi lebih realistis. Semua ini akan berujung pada pengalaman ibadah yang lebih baik bagi umat Muslim di seluruh dunia.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now











