Menteri PPPA Tegaskan kepada Gus Elham tentang Isu Child Grooming
Daftar isi:
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengungkapkan pandangannya terhadap kasus yang melibatkan pendakwah asal Kediri, Elham Yahya Luqman, atau Gus Elham. Tindakan Gus Elham yang mencium sejumlah anak perempuan telah memicu berbagai kecaman dari masyarakat. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran sosial mengenai batas interaksi yang aman dalam hubungan antara orang dewasa dan anak-anak.
Arifah menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Gus Elham di luar batas kewajaran dan tidak mencerminkan perilaku seorang pemuka agama. Pernyataan ini mencerminkan pandangan umum bahwa perilaku semacam itu tidak bisa dibenarkan dalam konteks norma sosial dan kemanusiaan.
“Kami sependapat dengan publik bahwa tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan, terlepas dari status atau posisi siapapun yang melakukannya,” ungkap Arifah. Sikap tegas ini diharapkan bisa menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga jarak dan batasan dalam interaksi dengan anak-anak.
Pentingnya Kesadaran Terhadap Batas Interaksi dengan Anak
Kasus ini menjadi pengingat bahwa masyarakat perlu memahami dan menghargai batasan dalam interaksi dengan anak-anak. Arifah menekankan bahwa sentuhan fisik tanpa persetujuan yang tepat dapat memiliki dampak psikologis yang serius bagi anak-anak. Dalam konteks tersebut, peran orang dewasa sebagai pelindung sangatlah krusial.
Apalagi, ketika seorang anak mengalami perilaku tidak pantas dari orang dewasa, mereka sering kali merasa terjebak. Hal ini menyiratkan perlunya kematangan emosional anak dalam mengenali situasi yang tidak normal.
“Perilaku yang melibatkan sentuhan fisik tanpa persetujuan berpotensi menjadi bentuk pelecehan,” lanjutnya. Kesadaran terhadap potensi bahaya ini harus menjadi fokus dalam pendidikan anak mengenai relasi sosial yang sehat.
Relasi Kuasa dan Dampaknya pada Anak
Arifah juga menjelaskan bahwa relasi kuasa antara orang dewasa dan anak seringkali menciptakan ketimpangan yang mengkhawatirkan. Dalam banyak kultur, orang dewasa sering kali dianggap sebagai figur otoritas yang tidak boleh ditentang. Situasi ini dapat membuat anak kesulitan menolak perilaku yang tidak pantas.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memperhatikan posisi dominan yang mungkin diambil oleh orang dewasa di sekitar anak-anak mereka. Kesadaran ini bisa menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak.
“Kami perlu menyadari bahwa anak-anak sangat rentan terhadap bentuk manipulasi tersebut,” kata Arifah. Di sinilah pentingnya pendidikan tentang batasan yang jelas dan keterampilan untuk mengatakan “tidak”.
Child Grooming dan Pendidikan Seksual Sejak Dini
Dalam penjelasannya, Arifah juga menyoroti masalah child grooming sebagai salah satu dampak dari relasi kuasa tersebut. Proses ini melibatkan manipulasi psikologis yang dapat mempengaruhi mental anak dalam jangka panjang. Pelaku seringkali mencoba menormalisasi perilaku yang menyimpang dengan alasan kedekatan.
“Pelaku sering menggunakan cara-cara non-fisik untuk mendekati anak, termasuk bujuk rayu,” ujarnya. Hal ini membuat anak merasa bingung dan tidak berdaya dalam menghadapi situasi yang salah.
Dengan demikian, penting bagi anak-anak untuk mendapatkan edukasi tentang otoritas tubuh mereka sejak dini. Mereka perlu memahami bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri dan tidak boleh disentuh tanpa izin.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now








